BAB I PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai kurikulum tidak mungkin dilepaskan dari pengertian kurikulum, dan proses pengembangan suatu kurikulum. Pembahasan mengenai kedua hal ini dalam urutan seperti itu sangat penting karena pengertian seseorang terhadap arti kurikulum,dan menentukan proses pengembangan kurikulum. Pokok bahasan itu dikemukakan dalam makalah ini dalam urutan seperti itu. Pembahasan mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama. Pertama, seringkali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam kotak pengertian ini maka definisi yang dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan adalah mengenai komponen yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai definisi diajukan para akhli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan hutan definisi tentang arti kurikulum. Alasan kedua adalah karena definisi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengertian sempit atau teknis kurikulum yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut pula mnyempitkan posisi kurikulum dalam pendidikan sehingga peran pendidikan dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula. Pembahasan mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan memberikan pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum para akhli kurikulum tidak banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka memiliki kesepakatan dalam menempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses pendidikan. Kiranya bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan dinilai berdasarkan criteria yang ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila proses pendidikan itu menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun demikian terjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut dimana ruang lingkup setiap koordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut. Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan dari pengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan ap yang seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses implementasi, dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Kurikulum Kata kurikulum berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish[1]. Sedangkan dari bahasa Latin “curriculum”, semula berarti”a running course, specialli a chariot race course”. Dan terdapat pula dalam bahasa prancis “courir” artinya to run artinya “berlari”. Istilah ini digunakan untuk sejumlah”courses” atau matapelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah[2]. Dalam bahasa arab, kurikulum diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang yang harus dilalui oleh pendidik bersama peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai[3]. Dalam banyak literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus dipelajari peserta didik, kualitas proses pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan ide atau pemikiran para pengambil keputusan yangdigunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman. Aspek yang tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen maupun sebagai pengalaman belajar. Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan “Curriculum it self is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas”. Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para akhli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para akhli didasarkan pada isu berikut ini: * Filosofi kurikulum * Ruang lingkup komponen kurikulum * Polarisasi kurikulum – kegiatan belajar * Posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum Banyak kecaman terhadap pengertian kurikulum yang dikembangkan dari pandangan filosofis ini walaupun dalam kenyataannya masih banyak orang dan pengambil kebijakan yang menganut pandangan ini. Kurikulum di Indonesia masih didominasi oleh pandangan ini. Konten kurikulum dalam pandangan ini adalah materi yang dikembangkan dari disiplin ilmu; tujuan adalah penguasaan konsep, teori, atau hal yang terkait dengan disiplin ilmu. Suatu hal yang jelas bahwa definisi kurikulum oleh kelompok “conservative” (perenialism dan essentialism), kelompok “romanticism” (romantic naturalism), “existentialism” mau pun “progressive” (experimentalism, reconstructionism) hanya memusatkan perhatian pada fungsi “transfer” dari apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Pada aliran progresif kelompok rekonstruksionis dapat dikatakan berbeda dari lainnya karena kelompok ini tidak hanya mengubah apa yang ada pada saat sekarang tetapi juga membentuk apa yang akan dikembangkan. Walau pun tidak begitu jelas tetapi pada pandangan ini sudah ada upaya untuk “shaping the future” dan bukan hanya “adjusting, mending or reconstructing the existing conditions of the life of community”. Seperti dikemukakan oleh McNeil (1977:19): Social reconstructionists are opposed to the notion that the curriculum should help students adjusts or fit the existing society. Instead, they conceive of curriculum as a vehicle for fostering critical discontent and for equipping learners with the skills needed for conceiving new goals and affecting social change. Secara mendasar, ada kekhawatiran bahwa kurikulum hanya memikirkan kerusakan atau persoalan social yang ada dan meninggalkan sama sekali apa yang sudah dihasilkan. Kontinuitas kehidupan dan perkembangan masyarakat dikhawatirkan akan terganggu. Pandangan rekonstruksi social di atas menyebabkan kurikulum haruslah diredefinisikan kembali sehingga ia tidak mediocre karena hanya menfokuskan diri pada transfer kejayaan masa lalu, pengembangan intelektualitas, atau pun menyiapkan peserta didik untuk kehidupan masa kini. Padahal masa kini adalah kelanjutan dari masa lalu dan masa kini akan terus berubah dan sukar diprediksi. Kemajuan teknologi pada akhir kedua abad keduapuluh telah memberikan velocity perubahan pada berbagai aspek kehidupan pada tingkat yang tak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Pendidikan harus lah aktif membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik untuk suatu kehidupan yang akan dimasukinya dan dibentuknya. Peserta didik akan menjadi anggota masyarakat yang secara individu maupun kelompok tidak hanya dibentuk oleh masyarakat (dalam posisi menerima = pasif) tetapi harus mampu memberi dan mengembangkan masyarakat ke arah yang diinginkan (posisi aktif). Artinya, kurikulum merupakan rancangan dan kegiatan pendidikan yang secara maksimal mengembangkan potensi kemanusiaan yang ada pada diri seseorang baik sebagai individu mau pun sebagai anggota masyarakat untuk kehidupan dirinya, masyarakat, dan bangsanya di masa mendatang.[4] Dari beberapa pengertian tentang kurikulum secara umum tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum pendidikan agama islam itu sendiri dapat diartikan sebagai: (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, atau (2) proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.[5] Pengembangan kurikulum adalah perencaaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.[6] 1. Proses Pengembangan Kurikulum Dalam Pendidikan Agama Islam Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap di pertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran agama islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makana dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskanajaran dan nilai agama islam; (3) perubahan daritekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari pada pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga mennghasilkan produk tersebut dan; (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya. Menurut Hasan (2002), bahwa seseorang dalam mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari: 1) Visi yang dicanangkan;2) kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, dan pengguna lulusan) dan kebutuhan untuk studi lanjut,3) hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman,4) pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya,5) kecendrungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi. Kelima ide tersebut kemudian diramu sedemikian rupa untuk dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen, yang berisi masalah: bentuk/silabus, dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Apa yang tertuang dalam dokumen tersebut kemudian dikembangkan dan disosialisasikan dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangan kurikulum dalam bentuk SAP, proses pembelajaran didalam maupun di luar kelas, serta evaluasi pembelajaran sehingga di ketahui tingkat efiensi dan efektivitasnya.Dari evaluasi ini akan diperoleh unpan balik (feed back) untuk di gunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya. 1. Dasar-dasar Kurikulum Sebuah kurikulum yang efektif harus dibangun berdasarkan prinsip- prinsip dan stuktur sbb.: 1. 1. Dasar Agama kurikulum dapat menolong siswa untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlaq mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat. 1. 1. Dasar falsafah pendidikan islam harus berdasarkan wahyu Tuhan dan tuntutan Nabi saw serta warisan para ulama’ 1. 1. Dasar Psikologis kurikulum yang baik harus disusun berdasarkan kebutuhan kelompok umur anak didik sehingga sesuai dengan perkembangan dan tahap kematangannya.[7] 1. 1. Dasar Pendidikan yang Tepat Kurikulum yang efektif harus sesuai dengan pengetahuan kita tentang bagaimana cara anak-anak didik belajar. Dengan mengkombinasikan pengetahuan tsb. tujuan mengajarkan kebenaran akan lebih mudah tercapai karena kita tahu apa yang memotivasi anak belajar dan bagaimana cara mereka belajar paling baik. 1. 1. Dasar Ketepatan Aplikasi Mengajarkan pengetahuan kebenaran Alkitab saja masih kurang, karena tujuan utama Allah memberikan Firman-Nya adalah untuk mengubah hidup manusia. Oleh karena itu kurikulum juga harus dapat mendorong dan menolong anak untuk dapat meresponi kebenaran yang telah diberikan sehingga mereka menjadi “pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja”. 1. Macam-macam Kurikulum Kita mengenal berbagai macam kurikulum ditinjau dari berbagai aspek: * Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita mengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut: 1. Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum 2. Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar. 3. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.[8] * Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan: 1. Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya. 2. Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu. 3. Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain. * Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi: 1. Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional. 2. Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat. 3. Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum. 1. KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM Kurikulum pendidikan islam bersumber dari tujuan pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam memiliki perbedaan dengan tujuan pendidikan lain, misalnya tujuan pendidikan menurut faham pragmatisme yang menitik beratkan pemanfaatan hidup manusia di dunia. Yang menjadi standar ukurannya pun sangat relatif, tergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia. Arifin (1993: 237) menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan islam adalah merealisasikan manusia Muslim yang beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya kepada sang Khaliq dengan sikap dan keperibadian bulat menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhoan-Nya. Sehubungan dengan kurikulum pendidikan islam, dalam penafsiran luas, kurikulumnya berisi materi untuk pendidikan seumur hidup (long life education), sesuai dengan hadist Rasulullah:”tuntutlah ilmu dari buaian hingga keliang lahat”(Al-Hadist). Kemudian yang menjadi pokok dari materi kurikulum pendidikan islam ialah bahan-bahan, aktivitas, dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan.[9] Untuk itu ditetapkan kopetensi dasar yang perlu dicapai oleh stiap peserta didik pada setiap jenjanng pendidikan yaitu : 1. Pada tingkat SD diharapkan peserta didik 1. Memiliki iman yang benar 2. Mampu beribadah degan baik, benar dan tertib 3. Mampu membaca al-qur’an 4. Membiasakan brakhlak mulia 1. Pada tingkat SLTP diharapkan peserta didik 1. Memiliki iman yang benar 2. Mampu beribadah, berzikir dan berdo’a 3. Mampu membaca al-quran dengan benar 4. Terbiasa berakhlak bak 1. Pada tingkat SLTA diharapkan peserta didik 1. Memiliki iman yang benar 2. Mampu beribadah, berzikir dan berdo’a serta mampun menjadi imam sholat 3. Mampu membaca al-qur’an dan menghayati kandungan maknanya 4. Memiliki akhlak yang baik 5. Mampu menerapkan muamalah dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila.[10] 1. Prinsi-prinsip pengembangan kurikulum a. Prinsip relevansi b. Prinsip fleksibelitas c. Prinsip kontinuitas d. Prinsip praktis e. Prinsip efektipitas dan epesiensi. [1] Prof.Dr.H.Muhaimin MA,Pengembangan Kurikulum PAI,di sekolah,Madrasah dan PT (PT RajaGrafindo Fersada,Jakarta:2007)hal.1 [2] DR.Armai Arief MA, Pengantar Ilmu dan Metodologi PI (Ciputat Pers,Jakarta:2002) hal.29 [3] Ibid. [4] http://rositaoktavianirusma.blogdetik.com/2009/11/07/sejarah-kurikulum-indonesia [5] Loc.it,hlm.10 [6] Prof. Dr. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (rosda karya,bandung : 2008), hal. 96. [7] DR.Armai Arief MA,Ibid, hal.34 [8]Dr. Abdullah Idi,Pengembangan kurikulum-teori dan praktek (Ar-Ruzz Media,Jojakarata:2009),hal.49 [9] Ibid,hal.60 [10] H. Hafni Ladjid, pengembangan kurikulum menuju KBK (Quantum teaching,Ciputat:2005),hal.26-27.